Kamis, 16 Oktober 2014

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2014
"Living With Schizophrenia"
RSKD Duren Sawit

Rangkaian kegiatan dalam memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2014 di RSKD Duren Sawit yang berlangsung dari tanggal 8-10 Oktober dengan tema "Living With Schizophrenia" mendapatkan respon yang positif dari berbagai pihak yang terkait salah satunya dari "Media Indonesia" yang turut berpartispasi mendokumentasikan dan menuliskan dalam salah satu kolom pemberitaannya di koran, berikut mengenai isi dari berita tersebut.

Wartawan hingga Pramusaji yang Skizofrenia 
SIANG itu, Yuda, 30, tampil rapi dengan ke meja dan celana hitam plus sebuah ransel. Di acara Edukasi Keluarga Pasien Skizofrenia di aula Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, Jakarta Timur itu, Rabu (8/10), Yuda berbaur dengan para keluarga dan penderita skizofrenia serta beberapa dokter muda berjas putih.

Dengan beberapa petugas rumah sakit yang berseragam putih, Yuda sempat menyapa dan berbincang akrab. "Kan dua tahun lalu pernah dirawat di sini, sebulan. Jadi banyak yang kenal," kata Yuda. Yuda yang jadi wartawan sebuah koran nasional itu tak segan berkisah tentang tahuntahunnya didera skizofrenia, dirawat jalan, membandel tak mau makan obat, dirawat inap, mengamuk, dan akhirnya menerima kondisi bahwa ia memang butuh pertolongan medis.

Perjalanan panjang itu membuatnya paham, ia harus seumur hidup minum dua butir obat setiap hari, menerima kondisinya dengan tak perlu malu. "Sekarang ini, tiap hari liputan, bertemu narasumber lalu pergi ke kantor buat nulis berita, mendapat penugasan.Kadang-kadang juga diminta membantu mencari iklan," kata alumnus manajemen pemasaran sebuah kampus swasta di Jakarta Barat itu."Jadi mungkin karena mama meninggal, lalu ada masalah di kantor, jadi tertekan, aku jadi enggak kuat, bisa seminggu cuma minum air putih doang," kata Yuda sembari terbahak, mengorelasikan masa lalunya yang kontras dengan tubuhnya yang kini sangat berisi. Periode mengamuk tak terima jika ia divonis menderita gangguan jiwa skizofrenia juga dilaluinya. Episode itu melengkapi masa-masa halusinasi dan wahamnya.Ia menyakini bahwa ia akan dijemput sejumlah orang yang ingin membawanya pergi jauh. "Ya ternyata memang aku skizofrenia dan harus minum obat pagi dan malam. Kalau ada orang yang mengonfirmasi, ya aku jawab memang benar, bahkan sama teman dan atasan di kantor aku juga terus terang. Tapi mereka malah enggak percaya, katanya kalau orang skizofrenia malah enggak akan ngaku katanya.Ya enggak apa-apa juga sih ha ha ha," kata Yuda.

Bekerja di RS yang merawatnya 
Bukan cuma Yuda yang sudah move on dari skizofrenia, Ira, 28, petugas kebersihan RSKD Duren Sawit, pun telah selesai dengan penyangkalan tentang penyakit serta keharusan minum obat. Dirawat satu bulan di rumah sakit milik Pemerin tah Provinsi DKI Jakarta, Ira didukung dokter, perawat, dan petugas rehabilitasi berupaya keras untuk pulih. Dinilai punya kemauan keras buat sembuh sekaligus siap bergabung kembali ke masyarakat, Ira kemudian ditawari pekerjaan sebagai petugas kebersihan. Ira bersama teman-temannya yang berseragam biru kini bertanggung jawab pada kebersihan gedung RSKD, ter masuk lantai tempat ia sempat dirawat dan ketika dinilai terampilan, menjahit, melukis hingga membuat bros dari flanel. "Sekarang aku sudah empat bulan kerja di sini. Senang banget karena bisa punya pendapatan sendiri dan dipercaya. Ada dua obat yang harus aku makan setiap hari dan memang kerasa, kalau kelewatan langsung enggak bisa tidur. Makanya kalau obat habis, sebelum masuk kerja, aku datang ke dokter telah siap kembali ke masyarakat, ia mendapat aneka ke yang menangani aku, gratis juga kok, kan pakai kartu BPJS dan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan," kata Ira yang kini mengaku tengah rajin menabung.

Di RSKD juga, Move berjumpa dengan pekerja restoran cepat saji yang telah enam bulan lepas dari rawat inap. Setelah kondisi kesehatannya membaik, sebenarnya ia mengaku masih belum rela bekerja sebagai pekerja restoran. Ia menyimpan hasrat bekerja sesuai gelar sarjananya. Sayangnya, di berbagai tahapan seleksi pekerjaan, ia selalu lolos, kecuali di psikotes. Setelah proses negosiasi dengan diri sendiri selesai, ia kemudian memilih untuk aktif di masyarakat kendati bidang kerjanya tak seideal keinginannya.Dukungan keluarga dan lingkungan Kisah-kisah tentang anakanak muda yang mengidap skizofrenia, yang telah melalui banyak proses sehingga akhirnya siap kembali ke kehidupan nyata, kuliah, sekolah atau bekerja, membuat peserta diskusi tersenyum optimistis.

Ada banyak dukungan yang dibutuhkan buat mereka agar bergabung lagi bersama kita, kepatuhan minum obat, fasilitas pengobatan yang terjangkau, dukungan keluarga dan lingkungan, kesinambungan minum obat serta hilangnya stigma. Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Diskusi di RSKD Duren Sawit itu menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Hari Kesehatan Jiwa Nasional yang jatuh pada Jumat, 10 Oktober lalu.
Ada banyak keriaan, diskusi, pemutaran film, penyalaan lilin hingga senam pagi bersama yang juga digelar RSKD Duren Sawit. Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) menjadi salah satu motor dalam rangkaian kegiatan bertema Living with schizophrenia itu.Bagus Utomo, sang ketua KPSI, yang juga hadir dalam RSKD, menghembuskan optimisme yang tentu perjalanannya tak akan mulus itu.
Namun, ketika Move mengeks plorasi RSKD, rasanya optimisme itu harus ada. Fasilitas perawatan yang terbilang bersih, ketelatenan para petugas, termasuk yang tengah mengawasi pasien yang kerap tak menyentuh nasinya membuat dukungan medis, sebenarnya telah sesuai standar. Melihat bagaimana pasienpasien yang dinilai telah siap terjun ke masyarakat belajar melukis, aneka keterampilan kerajinan tangan, serta menjahit, membuahkan kesimpulan bahwa dukungan yang paling dibutuhkan saat ini ialah pengikisan stigma!



Sumber : Media Idonesia, 12/10/2014

Rabu, 28 Mei 2014

KEGIATAN OUTDOOR REHABILITAN RSKD DUREN SAWIT "REHABILITASI MENTAL MEMBANTU DALAM MENDUKUNG SEHAT JIWA" di Citra Alam Situ Gintung,22 Mei 2014

"REHABILITASI MENTAL MEMBANTU DALAM MENDUKUNG SEHAT JIWA"
Tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa (WHO,2002) hal ini menegaskan kesatuan pengertian sehat secara fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya sekedar bebas dari disabilitas dan kematian. Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dibidang kedokteran dan kesehatan saat ini harapan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien gangguan jiwa bukanlah hal yang mustahil. Pasien gangguan jiwa dapat kembali kemasyarakat dan beban yang diakibatkan dari penyakitnya dapat berkurang. Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas mereka yang mengalami gangguan jiwa adalah melalui upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Kegiatan outdoor dibuka dengan pelepasan keberangkatan rehabilitan dan petugas oleh Wakil Direktur Pelayanan RSKD Duren Sawit Dr. Luzi Adriyanti, SpKj dengan simbolis penyerahan sertifikat kegiatan outdoor kepada rehabilitan di RSKD Duren Sawit.
penyerahan sertifikat oleh Dr.Luzi Adriyanti,SpKj 
1. Alasan Kegiatan dilaksanakan
Sebagai salah satu bentuk upaya rehabilitasi maka selain kegiatan di dalam Rumah Sakit (indoor),     diperlukan suatu bentuk kegiatan dilapangan terbuka (outdoor), yang memungkinkan rehabilitan berinteraksi dengan alam terbuka, beraktifitas dalam alam terbuka sehingga rehabilitan mempunyai interaksi baru dalam menjalankan terapi rehabilitasi untuk dapat membekali rehabilitan apabila kembali kemasyarakat.
2. Uraian Kegiatan
Meliputi kegiatan yang bersifat motorik, afektif dan kognitif, yang merangsang inisiatif dan kreatifitas rehabilitan dalam individu dan kelompok.
Bapak Nurpandi selaku Kepala Instalasi Rehabilitasi Mental RSKD Duren Sawit sedang memberikan pengarahan sebelum kegiatan dimulai
Fun Games Buldozer melatih kerjasama dan motorik
Fun Games transfer bola menggunakan bambu
Fun Games Dragonball meningkatkan motorik dan kerjasama tim
Maksud dan Tujuan diadakannya kegiatan
1. Maksud kegiatan : Meningkatkan mutu pelayanan rehabilitasi mental
2. Tujuan kegiatan 
a. Tujuan umum  : Optimalisasi pelayanan Rehabilitasi Pasien Gangguan Jiwa
b. Tujuan khusus : Diperolehnya suatu aktifitas yang bersifat motorik, afektif dan kognitif untuk rehabilitan.

Metode Pelaksanaan dan Kegiatan
1.Metode pelaksanaan
Kegiatan dilakukan dengan mengikutsertakan rehabilitan dalam beraktifitas dan berinteraksi dalam kelompok.
2.Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2014 di Citra Alam Situ Gintung, Tangerang Selatan dengan jumlah peserta 40 orang termasuk petugas.
Kegiatan di laksanakan di Citra Alam Situ Gintung, Tangerang Selatan


Peserta kegiatan outdoor saat tiba di Situ Gintung
Dengan adanya kegiatan outdoor ini diharapkan rehabilitan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan adanya peningkatan bagi rehabilitan dalam hal pengetahuan, komunikasi, atensi dan inisiatif serta keterampilan baru bagi rehabilitan. Kegiatan outdoor ini selain bertujuan untuk meningkatkan afektif, motorik, serta kerjasama juga meningkatkan kognitif rehabilitan dengan andanya game yang berupa quiz dan bagi rehabilitan yang dapat menjawab pertanyaan dari petugas maka akan mendapatkan reward dalam kegiatan outdoor ini juga dapat doorprize lhoo..
Fun Games tebak kata 
Penyerahan reward bagi rehabilitan yang kooperatif
Penyerahan reward untuk rehabilitan
Pembagian doorprize
Kegiatan outddor ini juga terdapat acara mengenai sharing dari salah satu rehabilitan yang telah dapat bermasyarakat dan berfungsi sosial kembali serta dapat bekerja dalam acara sharing ini rehabilitan yang telah berhasil kembali kemasyarakat menceritakan pengalamannya dari dimulai dirawat dan direhabilitasi di RSKD Duren Sawit sampai dia dapat bermasyarakat dan bekerja.
Demikian mengenai kegiatan outdoor rehabilitan RSKD Duren Sawit di Citra Alam Situ Gintung, Ciputat Tangerang Selatan semoga apa yang kami share ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih telah mengunjungi blog kami saran dan komentarnya sangat kami harapkan follow juga ya twiiter kami di @IRMDurenSawit . Terimakasih dan salam kesehatan jiwa.

Minggu, 18 Mei 2014

Persiapan Kegiatan Outdoor Bersama Rehabilitan di Situ Gintung 22 Mei 2014

Dalam rangka menjali keakraban dan silaturahmi antara petugas dan rehabilitan maka kami unit Instalasi Rehabilitasi mental Rumah Sakit Khusus Duren Sawit mengadakan kegiatan outdoor yang bertempat di Citra Alam Situ Gintung, Ciputat Tangerang Selatan yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2014.
Dalam kegiatan ini rehabilitan dan petugas melakukan berbagai aktifitas serta rekreasi dan games games menarik.
Dilaksaakannya kegiatan outdoor ini memiliki beberapa tujuan diantaranya :
1. Tujuan Umum
    Optimalisasi pelayanan Rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
2. Tujuan Khusus
   Diperolehnya suatu aktifitas yang bersifat motorik, afektif dan kognitif untuk rehabilitan.


Kegiatan ini dihadiri oleh 40 peserta diantaranya 22 orang dari rehabilitan dan 18 orang petugas dari Rumah Sakit Khusus Duren Sawit dengan total kuota 40 orang

Minggu, 04 Mei 2014

Halusinasi dan Cara Mengatasinya


Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Penderita gangguan jiwa sering mempunyai gejala halusinasi. Halusinasi adalah adanya rangsangan indra yang tidak bisa dilihat atau dirasakan orang lain. Dengan kata lain, penderita gangguan jiwa sering mendengar suara (atau melihat sesuatu, merasa seperti ada yang menyentuhnya, atau merasakan sesuatu dilidah/mulut yang susah dijelaskan) yang sebenarnya berasal dari dalam dirinya sendiri.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

Gejala yang muncul ketika seorang penderita mengalami halusinasi:
  • berjalan-jalan
  • tidak bisa diam, gelisah atau selalu bergerak
  • lebih banyak menarik diri dari pergaulan
  • banyak tidur
  • sibuk dengan pikirannya sendiri
  • berbicara sendiri atau menggumam sendiri
  • mudah tersinggung
Penanganan
Ketika anda tiba-tiba bisa mendengar suara saat tidak ada yang berbicara dan tidak ada orang lain yang mendengar suara tersebut. Atau Anda merasa melihat seseorang atau benda yang tidak dilihat atau tidak disadari oleh orang lain. Bahkan, saat Anda merasakan ada sesuatu yang menyentuh kulit, padahal tidak ada yang menyentuh Anda, itu juga bisa disebut halusinasi.
Namun pada beberapa kasus, halusinasi dapat terjadi akibat penyakit tertentu, seperti skizofrenia atau depresi yang sangat parah atau gangguan bipolar. Hal-hal sederhana seperti kurang tidur, demam, penggunaan obat-obatan terlarang, seperti kokain, amfetamin, atau konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan halusinasi pada Anda. Cobalah konsultasi dengan ahli psikologi untuk mendapatkan perawatan psikologi secara klinis. Pengobatan hipnoterapi dapat membantu pasien mengendalikan halusinasi dengan penguatan pikiran alam bawah sadar, self talking, motivasi maupun terapi agama.

Cara mengatasi  gangguan halusinasi
  • Bila penderita sedang dalam keadaan relatif baik, ajak bicara/ diskusi dan tanyakan hal hal apa yang bisa membuatnya lebih nyaman dan mengurangi dampak dari halusinasi tersebut. Misalnya: tanyakan kapan atau pada kondisi seperti apa halusinasi tersebut muncul, kapan halusinasi itu jarang atau tidak muncul, dll.
  • Berikan rasa nyaman dan perlindungan
  • Kurangi rangsangan yang bisa mencetuskan halusinasi (suara TV atau radio yang terlalu keras, teriakan-teriakan, gaduh, banyak orang/ tamu, dll.
  • Identifikasi hal hal yang menjadi pemicu stress. Misalnya: banyak orang/ kerumunan orang di toko atau mall, beradu mulut, dimarahi, dll.
  • Ciptakan hal hal atau kegiatan yang bisa mengalihkannya dari halusinasi, seperti: melakukan kegiatan yang menyenangkan hatinya(bermusik, berkebun, menggambar, dll), melakukan pekerjaan rumah yang ringan, diajak ngobrol, mendengarkan radio atau melihat TV, dll.
  • Latihan teknik relaksasi
  • Berobat rawat inap di rumah sakit.
  • Minum obat sesuai perintah dokter dan kontrol berobat secara teratur. 
Demikian informasi mengenai halusinasi dan cara penangannya saran dan komentarnya sangat kami harapkan, terimakasih atas perhatiannya :)

Minggu, 20 April 2014

Bagaimana Seharusnya Sikap Keluarga Dalam Menangani Penderita Gangguan Skizofenia


A. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah kondisi psikologis dengan gangguan disintegrasi, depersonalisasi dan kebelahan atau kepecahan struktur kepribadian, serta regresi aku yang parah. Menurut Strausal et al (dalam iman setiadi, 2006, h. 3) Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini di tandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitf dan persepsi. Sedangkan gejala negatifnya antara lain seperti avolition ( menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek dan menggangu relasi personal. Kesemuanya mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain.
Menurut Kartono (1986, h. 259-260) Skizofrenia dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
  1. Skizofrenia Hebefrenik.
Artinya mental atau jiwanya menjadi tumpul. Kesadarannya masih jernih, akan tetapi kesadaran akunya sangat terganggu.
Ciri-cirinya:
a. Orang yang mengalami derealisasi dan depersonalisasi berat.
b. Dihinggapi macam-macam ilusi dan delusi, sebab fikirannya kacau,melantur.
c. Banyak tersenyum-senyum dengan muka yang selalu perat perot tanpa ada perangsang sedikit pun.
  1. Skizofrenia katatonik.
Ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Urat-uratnya menjadi kaku dan mengalami chorea flexibility yaitu badan jadi kaku seperti malam atau was.
b. Ada pola tingkah laku yang stereothypes, aneh-aneh atau gerak-gerak otomatis dan tingkatah laku yang aneh-aneh yang tidak terkendalikan oleh kemauan.
c. Ada gejala-gejala stupor.
d. Kadang-kadang disertai catatonic excitement.
e. Mengalami regresi total.
  1. Skizofrenia paranoid.
a. Penderita diliputi macam-macam delusi dan halusinasi yang terus berganti-ganti coraknya dan tidak teratur serta kacau balau.
b. Pasin tampak lebih waras dan tidak sangat ganjil dan aneh jika dibandingkan dengan penderita skizofrenia jenis lainnya.
c. Akan tetapi pada umumnya dia bersikap sangat bermusuhan terhadap siapapun juga.
d. Merasa dirinya penting, besar grandieus.
e. Sering sangat fanatik religious secara berlebihan.
f. Kadang-kadang bersifat hipokondris.
B. Sebab-sebab Skizofrenia.
Ada beberapa penyebab skizofrenia antara lain:
1. Lebih dari separuh dari jumlah penderita skizofrenia mempunyai keluarga psikosis atau sakit mental.
2. Tipe kepribadian yang schizothyme (dengan jiwa yang cenderung menjadi skizofren) dan bentuk jasmaniah asthenis (tidak berdaya/bertenaga) mempunyai kecenderungan kuat menjadi skizofren.
3. Sebab-sebab organis: ada perubahan atau kerusakkan pada sistem syaraf sentral. Juga terdapat gangguan-gangguan pada sistem kelenjar-kelenjar adrenalin dan piluitari (kelenjar dibawah otak). Kadang kala kelenjar thyroid dan kelenjar adrenal mengalami atrofi berat. Dapat juga disebabkan oleh proses klimakterik dan gangguan menstruasi. Semua ganguan tadi menyebabkan degenerasi pada energi fisik dan energi mentalnya.
4. Sebab-sebab psikologis: ada kebiasaan-kebiasaan infantile yang buruk dan salah, sehingga pasien hampir selalu melakukan mal adjustment (salah-suai) terhadap lingkungan. Ada konflik diantara super ego dan id (freud). Integrasi kepribadiannya sangat miskin, dan ada kompleks-inferior yang berat.
C. Gejala Skizofrenia
Gejala penderita skizofrenia antara lain:
a. Delusi
b. Halusinasi
c. Cara bicara/berfikir yang tidak teratur
d. Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotifasi, muram, perhatian menurun.
Beberapa study tentang masalah-masalah yang ditimbulkan pasien skizofrenia pada keluarganya yang paling sering muncul menurut Murray adalah:
a. Ketidak mampuan untuk merawat diri.
b. Ketidak mampuan menangani uang.
c. Social with drawal.
d. Kebiasa-kebiasaan pribadi yang aneh.
e. Ancaman bunuh diri.
f. Gangguan pada kehidupan keluarga, misal: pekerjaan, sekolah, jadwal sosial.
g. Ketakutan atas keselamatan, baik pasien maupun anggota keluarga.
h. Blame and shame.
D. Penanganan bagi penderita skizofrenia

Prognosa dan penyembuhan bagi penderita skizofrenia pada umumnya sedikit sekali kemungkinan bisa sembuh terutama jika keadaannya sudah parah. Yang penting adalah usaha prefentif menurut Kartini Kartono(2002, h. 247-248) berupa:
a. menghindarkan dari frustrasi-frustrasi dan kesulitan-kesulitan psikis lainnya.
b. Menciptakan kontak-kontak sosial yang baik.
c. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif, dan mau melihat hari depan dengan rasa berani.
d. Beranikan ia mengambil sikap tegas dalam menghadapi realitas dengan rasa positif dan usakanlah agar dia bisa menjadi extrovert.
Dalam situs www.sivalintar.com dijelaskan tentang beberapa cara penanganan skizofrenia, yaitu:
a. Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan
b. Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya.
c. Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh.
d. Perawatan yang dilakukan oleh para ahli bertujuan mengurangi gejala skizofrenik dan kemungkinan gejala psyhcotik.
e. Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.
Cara-cara Terapi/Perawatan Skizofrenia


Selain cara dengan perawatan di rumah sakit (umum atau jiwa) dan rawat jalan, ada cara alternatif, yaitu dirawat hanya pada siang atau malam hari saja di rumah sakit, sebagian hari lainnya pasien berada di rumah bersama dengan keluarga atau di sekolah atau tempat kerja bersama teman-temannya.

Selain itu ada program terapi residensial, yaitu tempat semacam asrama bagi pasien skizofrenia yang sudah relatif tenang atau mencapai keadaan remisi (tetapi masih memerlukan rehabilitasi, latihan keterampilan lebih lanjut) dapat hidup dalam suasana lingkungan sepeerti keluarga (bersama-sama pasien lainnya) dalam mana ia dapat mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya di tengah-tengah lingkungan yang mendukung sehingga ia kemudian juga terampil menjalani kehidupan ini di luar rumah sakit, di tengah-tengah masyarakat luas seperti anggota masyarakat pada umumnya.

Semuanya memerlukan semacam dukungan social (social support) dari komuniti atau lingkungan masyarakatnya. Secara tuntas, untuk terapi holistic diperlukan perhatian baik untuk fisiknya (makanan, istirahat, medikasi, latihan fisik), mental-emosionalnya (psikoterapi, konseling psikologis), dan bimbingan social (cara bergaul, latihan keterampilan social) serta lingkungan keluarga dan social yang mendukung). Disamping terapi okupasional (kegiatan untuk mengisi waktu) diperlukan juga terapi /rehabilitasi vokasional (untuk melatih keterampilan kerja tertentu yang dapat digunakan pasien untuk mencari nafkah).

Semua ini membutuhkan jalinan kerja sama seluruh lapisan masyarakat/komuniti, dan tidak mungkin dilakukan oleh satu kelompok komuniti saja, banyak pihak harus terlibat dan saling bekerja sama dengan satu tujuan yaitu membawa pasien kepada keadaan bebas penyakit dan terampil menjalani kehidupan secara mandiri.

E. Penderitaan keluarga yang memiliki anggota skizofrenia
  1. Skizofrenia adalah penyakit yang sangat merusak, tidak hanya bagi orang yang terkena tetapi pada keluarga juga. Barangkali tidak ada penyakit lain termasuk kangker yang lebih menimbulkan kepedihan yang mendalam bagi keluarga seperti skizofrenia (Torrey, 1988)
  2. Atmosfer dalam keluarga adalah seperti menunggu dan terus menunggu akan meledaknya sebuah bom. Pasien terus menerus meragukan diri dan penuh pertanyaan. Keluarga hidup dengan ketakutan yang menetap bahwa gejala-gejala akan muncul lagi.
Banyak keluarga belum mengerti benar apa itu skizofrenia, ketidak mengertian itu melahirkan jalam pintas. Rata-rata mereka memasukkan kerabatnya ke rumah sakit jiwa, padahal penyakit ini bisa dikendalikan dengan kemauan diri yang keras dan dukungan keluarga penderitanya bisa hidup normal. Seperti yang dialami keluarga Suharjo, salah satu orang tua yang anaknya menderita skizofrenia,” saat anak saya divonis menderita skizofrenia saya kaget sekali. Rasanya saya ingin marah karena anak saya dianggap gila sebab dalam kehidupan sehari-hari dia terlihat normal”.
Tetapi akhirnya suharjo melihat sendiri keanehan sikap anaknya, dia merasa terus dimata-matai oleh tetangga, merasa mendengar suara-suara dan sebagainya. ”saya tidak mau anak saya disebut gila”. Tapi kini anaknya memang sedang menjalani perawatan, dia sunggh luar biasa, dia tidak pernah berhenti berusaha setelah tahu dirinya menderita skizofrenia, katanya.
F. Yang harus dilakukan keluarga dalam upaya penyesuaian diri dengan kehadiran skizofrenia dalam sistem mereka dan cara mengatasinya.
  1. Informasi/psikoedukasi.
  2. Informasi-informasi yang akurat tentang skizofrenia, gejala-gejalanya, kemungkinan perjalanan penyakitnya, berbagai bantua medis dan psikologis yang dapat meringankan gejala skizofrenia merupakan sebagian info vital yang sangat dibutuhkan keluarga. Info yang tepat akan menghilangkan saling menyalahkan satu sama lain, memberikan pegangan untuk dapat berharap secara realistis danmembantu keluarga mengarahkan sumber daya yang mereka miliki pada usaha-usaha yang produktif. Pemberian info yang tepat dapat dilakukan dengan suatu program psikoedukasi untuk keluarga.
  3. Sikap yang tepat adalah SAFE.
  4. Menurut Torrey (1988) keluarga perlu memiliki sikap yang tepat tentang skizofrenia, disingkatnya sikap-sikap yang tepat itu dengan SAEF ( Sense of humor, Accepting the illnes, Familliy balance, Expectations which are realistic).
  5. Support group
  6. Bilamana keluarga menghadapi skizofrenia dalam keluarga mereka seorang diri, beban itu akan terasa sangat berat, namun bila keluarga-keluarga yang sama-sama memiliki anggota keluarga skizofren bergabung bersama maka beban mereka akan terasa lebih ringan. Mereka dapat saling menguatkan, berbagi informasi yang mutahir, bahkan mungkin menggalang dana bersama bagi keluarga yang kurang mampu. Upaya peredaan ketegangan emosional secara kelompok juga akan lebih efektif dan lebih murah.
  7. Family therapy(Object relations family therapy)
  8. Family therapy dapat menjadi bagian dari rangkaian upaya membantu keluarga agar sebagai suatu sistem meningkat kohesivitasnya dan lebih mampu melakukan penyesuaian diri.
  9. Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri sipenderita. Mereka harus sabar dan menerima kenyataan.
  10. Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat berarti bagi penderita skizofrenia.
  11. Menerima kenyataan, menurut Suryantha adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pengendalian skizofrenia. Keluarga harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap ksar. Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik.
  12. Pasca perawatan bisanya penderita akan dikembalikan pada lingkungan keluarga. Penerimaan kembali oleh keluarga sangat besar artinya, dalam berbicara tidak boleh emosional agar tidak memancing kembali emosi penderita.
  13. Yang penting usaha-usaha prevenif berupa hindari frusrtasi dan kesulitan psikis lainnya. Menciptakan kontak-kontak sosial yang sehat dan baik. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan rasa kebranian.
  14. Pada skizofrenia fase aktif penderita mudah terpukul oleh problem yang sederhana sekalipun. Kurangi pemberian tanggung jawab agar tidak membebani penderita dan dapat mengurangi stres jangka pendek.
  15. Penderita mungkin menggunakan kata-kata yang tidak masuk akal, agar lebih paham cobalah berkomunikasi dengan cara lain dan mengajak melakukan aktivitas bersama-sama. Seperti mendengarkan musik, melukis, nonton tv, atau menunjukkan perhatian tanpa bercakap-cakap.
  16. Keluarga menanggung beban dan tanggung jawab merawat anggota keluarga yang sakit terutama mengatasi perilaku kacau tanpa informasi, ketrampilan dan dukungan yang memadai. Akhir-akhir ini perhatian perhatian para ahli beralih kepada pengaruh keluarga terhadap timbulnya kekambuhan. Sikap keluarga terhadap penderita dapat ditentukan dengan apa yang disebut EE(Emotional Expresion) yang terdiri atas kritikan atau komentar negatif, emotional over involvment, permusuhan terhadap penderita, ketidak puasan dan kehangatan. Bila keluarga EEnya tinggi maka kekambuhan akan tinggi, namun sebaliknya bila EEnya rendah maka kekambuhanpun akan rendah.
Tritmen Untuk Skizofrenia

Pasien skizofrenia memerlukan tritmen yang komprehensif, artinya memberikan tritmen medis untuk menghilangkan gejala, terapi (psikologis) untuk membantu mereka beradaptasi dengan konsekuensi/akibat dari gangguan tsb, dan layanan sosial untuk membantu mereka dapat kembali hidup di masyarakat dan menjamin mereka dapat memperoleh akses untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut beberapa tritmen yang biasanya diberikan kepada pasien skizofrenia.
1. Tritmen biologis: terapi obat Pemberian obat2an anti psikotik, minyak ikan.
2. Tritmen sosial dan psikologis –
3. intervensi perilaku, kognitif, dan sosial (melatih ketrampilan berbicara, ketrampilan mengelola diri sendiri, ketrampilan mengelola gejala, terapi kelompok, melatih ketrampilan kerja, dll)
4. terapi keluarga (melatih keluarga bagaimana menghadapi perilaku anggotanya yang menderita skizofrenia agar tidak kambuh)
5. program tritmen komunitas asertif (menyediakan layanan komprehensif bagi pasien skizofrenia dg dokter ahli, pekerja sosial, & psikolog yang dapat mereka akses setiap tapi di Indonesia masihèsaat-terutama bagi yang tidak memiliki keluarga) terlalu mewah ya? Tritmen lintas budaya Penyembuhan tradisional (dengan doa-doa, upacara adat, jamu, dll) sesuai budaya setempat.
KriteriaSembuh

Istilah remisi (sembuh bebas gejala) menunjukkan pasien, sebagai hasil terapi medikasi terbebas dari gejala-gejala skizofrenia, tetapi tidak melihat apakah pasien itu dapat berfungsi atau tidak. Istilah recovery (sembuh tuntas) biasanya mencakup disamping terbebas dari gejala-gejala halusinasi, delusi dan lain-lain, pasien juga dapat bekerja atau belajar sesuai harapan keadaan diri pasien masyarakat sekitarnya. Untuk mencapai kondisi sembuh dan dapat berfungsi, seorang pasien skizofrenia memerlukan medikasi, konsultasi psikologis, bimbingan social, latihan keterampilan kerja, dan kesempatan yang sama untuk semuanya seperti anggota masyarakat lainnya.
Kini perlu disadari bahwa peran keluarga sangatlah penting dalam usaha penyembuhan penderita skizofrenia. Keluarga penderita adalah sumber amat penting untuk memudahkan perawatan psikososial, untuk itu jangan jauhi penderita, berilah perhatian dan kasih sayang agar penderita tidak merasa dikucilkan.

Minggu, 13 April 2014

Skizoafektif





DEFINISI
}  Suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan  dan sama-sama menonjol.
}  Onset yang tiba-tiba pada masa remaja
 Fungsi pramorbid baik
 Terdapat stresor yang jelas
 Riwayat keluarga dan gangguan afektif.
}  Prevalensi : ½ % lebih banyak pada wanita.
}  Berdasarkan national comorbidity study, didapatkan bahwa, 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81% pernah didiagnosa gangguan afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan bipolar. Dengan kata lain, depresi adalah komorbid tertinggi dari skizofrenia.

TIPE-TIPE SKIZOAFEKTIF
Beberapa Tipe Skizoafektif
}  Gangguan Skizoafektif tipe Manik
}  Gangguan Skizoafektif tipe Depresif
}  Gangguan Skizoafektif tipe Campuran

penjelasan...
}  1. Gangguan Skizoafektif tipe Manik
    - Disebut juga Manic Disorder
    - Gangguan mood (suasana hati) yang mudah berubah-ubah
        (naik atau turun)
     - Contoh : Ada suara musik, langsung joged-joged
     - Biasanya tidak cerdas dalam perhitungan
}  2. Gangguan Skizoafektif tipe Depresif
   - Termasuk dalam Major Depression
    - Cirinya, jika berbicara tidak proporsional dan ke bawah
    - Tipe :     a. Agresif => Menyerang orang lain
                    b. Menyalahkan diri sendiri
    - Keluhan : * Sering tidak bisa tidur
                      * Tidak punya tenaga
}  3. Gangguan Skizoafektif tipe Campuran
  - Merupakan gabungan dari Tipe Manic dan Depresi

DIAGNOSIS
Pedoman Diagnosis Gangguan Skizoafektif
}  Gejala Skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu episode penyakit (tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun gangguan afektif).
CARA PENANGANAN
1.       Penanganan pasien gangguan   skizoafektif meliputi :
    - perawatan rumah sakit
    - medikasi
    - terapi psikososial
2.       Farmakoterapi
}   Gejala manik     : antimanik
}   Gejala depresi : antidepresan
Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan anti depresan dan terapi elektrokonvulsan (CT) sebelum mereka diputuskan tidak responsive terhadap terapi anti depresan.
} Gejala bipolar : antipsikotik. harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif
}  3. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif  
Psikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan, reassurance, serta terapi kelompok atau yang biasa kami sebut Direct Group Therapy (DGT)
b.Psikoterapi reedukatif
   > Terhadap Pasien :
Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai penyakit yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian hari
}  Memotivasi pasien untuk berobat teratur
}  Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah ataupun akan marah sehingga diharapkan pasien dapat mengontrol marahnya dan mengemukakan amarahnya dengan cara yang lebih halus.
>Terhadap Keluarga :
}   Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-  faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan dikemudian hari.
}    Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu penyakit pasien saat ini adalah keluarga pasien yang mengabaikan pasien
}   Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar                 pasien dapat mengalami remisi.
c. Terapi kognitif perilaku
}   Dilakukan untuk merubah keyakinan yang salah dari pasien dan memperbaiki distorsi kognitif.