Minggu, 09 Maret 2014

Gejala Skizofrenia


 Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk (Kaplan dan Sadock, 1997).
Gejalanya
     Primer yang meliputi perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan otisme. Sedangkan gejala sekunder meliputi waham, halusinasi, gejala katatonik.
     Sekunder merupakan manifestasi untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer. Skizofrenia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu simplex, hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000). Dari beberapa jenis skizofrenia diatas, terdapat skizofrenia paranoid. Jenis ini ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi, dan tidak ada perilaku pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998). Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis, 1998). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa sulit diramalkan, karena setiap saat dapat berubah.
     Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya adalah waham kebesaran
     Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan, pengetahuan, identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal (Kaplan dan Sadock, 1997). Pendapat ini juga didukung oleh Kusuma (1997) yang menyatakan bahwa derajat waham kebesaran dapat terentang pembesar- besaran yang ringan sampai karakteristik sesungguhnya dari waham kebesaran psikotik. Isi waham umpamanya pasien telah melakukan penemuan yang penting atau memiliki bakat yang tidak diketahui atau kesehatan yang sangat baik.
Etiologi
a.    Predeposisi
1)    Biologi
       Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon/ oleh perubahan- perubahan post mortem/ merupakan artefak pada waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada teori ini dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Teori ini didukung oleh Adolf Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang inferior/ penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia paranoid (Maramis, 1998).
     Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa skizofrenia merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel piramidal dalam otak, dimana sel-sel otak tersusun rapi pada orang normal.
     Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan neurologis yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan, cenderung memiliki waham yang kompleks. Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan kecerdasan sering kali berupa waham sederhana (kaplan dan Sadock, 1997).
2)    Psikologis
     Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan yang lain. Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat muncul dalam pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat, merasa, atau mengecap fenomena itu, sesuai dengan waktu, kepercayaan yang irrasional menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi karakter yang “Wajib” dan “Harus.
3)    Genetik
     Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita skizofrenia dan terutama anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9 – 1,8%, saudara kandung 7 – 15%, anak dengan salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia 7 – 16%, bila kedua orang tua mengalami skizofrenia 40 – 68%, kembar dua telur (heterozygot) 2-15%, kembar satu telur (monozygot) 61-86% (Maramis, 1998).
b.    Presipitasi
Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal.
Stresor sosiokultural
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998)
Stresor psikologis
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981).
Proses terjadinya waham
     Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan dan Sadock, 1997).
     Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk mendapat terapi sadistik, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang memungkinkan menurunnya harga diri (harga diri rendah), situasi yang menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang meningkatkan kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan motivasi terhadap sesuatu.
Gejala- gejala waham
     Jenis skizofrenia paranoid mempunyai gejala yang khas yaitu waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi (Maramis, 1998). Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a. Status mental
1)      Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
2)      Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3)      Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4)  Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
5)      Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.
6)    Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
b. Sensori dan kognisi
1)                  Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
2)                  Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3)                  Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
4)                  Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
Tipe-tipe waham
a. Menurut kaplan dan sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain:
1)                  Tipe Eritomatik: klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana.
2)             Tipe kebesaran (magalomania):yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat diketahui.
3)                  Waham cemburu, yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya. Tipe ini jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan, dan kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh karena delusinya.
4)               Waham kejar : keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang lain. Tipe ini paling sering ditemukan pada gangguan jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalang-halangi, diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang.
5)              Waham tipe somatik atau psikosis hipokondrial monosimptomatik. Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham somatik yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik.
Tahap-tahap halusinasi
     Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain :
Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)
Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat, respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
Condemning (secara umum halusinasi menjijikan)
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.
Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir (psikotik).
Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain,rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan jumlah pasien yang masuk adalah delusi).
Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik (psikotik).
Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
7.    Penatalaksanaan
a.    Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain :
1)    Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
a)    Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b)    Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c)    Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
2)    Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
Difehidamin
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
3)    Anti Depresan
Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.
4)    Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital         : 16-320 mg/hari
Meprobamat        : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida    : 15-100 mg/hari
b.    Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
c.    Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.
8.    Diagnosa Medis
a.    Penentuannya mengikuti diagnosa multiaksila yang terdiri dari 5 aksis
Aksis I    : gangguan klinis
Aksis II    : gangguan kepribadian
Aksis III    : kondisi medik umum
Aksis IV    : Masalah Psikososial dan lingkungan
Aksis V    : penilaian peran dan fungsi 1 tahun terakhir
b.    Tujuan dari diagnosa multiaksila
Mencakup informasi yang komprehensif (gangguan jiwa, kondisi medik umum, masalah psikososial, dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam
a)    Perencanaan terapi
b)    Meramalkan “Outcame” atau prognosis
Format yang mudah dan sistematik, sehingga dapat membantu dalam :
Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis
Menangkap kompleksitas situasi klinis
Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosa klinis yang sama.
Memacu penggunaan “Model Bio-Psiko-Sosial”dalam klinis, pendidikan dan penelitian (PPDGJ-III, 2002)

SEKILAS TENTANG SCHIZOPHRENIA

DEFINISI SCHIZOPHRENIA
gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai schizophrenia, untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai "demence precoce" atau gangguan mental dini oleh benedict muler (1809-1873), seorang dokter berkebangsaan belgia pada tahun 1860 (dalam pratiknya, 1995).konsep yang lebih jelas dan sistematis diberikan oleh emil kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri jerman pada tahun 1893. kraepalin menyebutnya dengan istilah "dementia praecox". istilah dementia praecox berasal dari bahasa latin "dementis" dan "precocous", mengacu pada situasi dimana seseorang mengalmi kehilangan atau kerusakan kemampuan-kemampuan mentalnya sejak dini.merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. penyakit ini muncul pada usia muda yang ditandai oleh kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi disentegrasi kepribadian yang kompleks. gambarannya meliputi pola tingkah laku seperti delusi, halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.
Uegen Bleuler (1867-1939), seorang psikiatri swiss memperkenalkan istilah schizophrenia. istilah ini berasl dari bahasa yunani schitos artinya terbelah/terpecah dan phren artinya pikiran. secara harafiah schizophrenia berarti pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah.bleuler lebih menekankan pola perilaku yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempegaruhi pikiran, persaan dan afeksi. dengan demikian tidak adanya kesesuaian antara pikiran dan emosi, persepsi kenyataan yang sebenarnya.
PPDGJ III ( Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di indonesia III)
Schizophrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional.psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang non organis sifatnya, hingga terjadi kepecahan yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan maladjusment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan dunia luar bahkan sering terputus sama sekali dengan realitas hidup lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial. hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada fungsi intelektualnya. jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal dan irasionalnya, sehingga dapat membahayakan dan mengancam keselamatan dan dirinya sendiri secara hukum disebut gila.
schizophrenia merupakan gangguan mental dan klasifikasi berat dan kronik(psikotik) yang menjadi beban utama pelayanan kesehatan jiwa di indonesia sejak jaman pemerintahan hindia belanda sampai sekarang. mengapa menjadi beban? karena ciri produktif dan harus ditanggung hisupnya selamanya oleh sanak keluarga, masyarakat, dan negara.

PENYEBAB GANGGUAN SCHIZOPHRENIA
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab schizophrenia yaitu meliputi pendekatan biologis (meliputi faktor genetik dan faktor biokimia) pendekatan psikodinamik, pendekatan teori belajar.
PENDEKATAN HOLISTIK
Faktor genetic
Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh faktor genetis dalam menularkan shizophrenia, namun tetep menjadi pertayaan: bagaimana penularan genetis terjadi. beberapa peneliti mencoba dengan beberapa model (Rathus,et al., 1991), antara lain:
a. Distinct Heterogenity Model
model ini menyatakan bahwa shizophrenia terdiri dari sejumlah psikosis, beberapa diantaranya disebabkan oleh kerusakan gen yang dapat diikuti oleh gen-gen tertentu dan yang hanya disebabkan oleh faktor lingkungan.
b. Monogenic Gen
model ini menyatakan bahwa semua bentuk schizophrenia dapat disebabkan oleh suatu gen yang cacat. gen yang cacat ini dapat menyebabkan schizophrenia pada orang yang menerima gen itu dari kedua orang tuanya.
c. Multifactorial-Polygenic Model
Model ini menekankan pengaruh nilai ambang. disebabkan pengaruh oleh berbagai gen, trauma biologis prenatal dan postnatal dan tekenan psikososial yang salaing berinteraksi.
Faktor biokimia

Otak
Bagi orang yang normal kelainan saraf, sistem switch pada otak bekerja dengan normal.sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa adanya gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. pada otak penderita schizophrenia sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencanpai sambungan otak yang dituju.

GEJALA
Para psikiatri membedakan membedakan gejala serangan schizophrenia menjadi 2 yaitu gejala positif dan negative

Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat ransangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau ransangan yang datang. Penderita schizophrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang sura itu menyuruhnya melakukan Sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya pada penderita schizophrenia, lampu trafik dijalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luaar angkasa. Beberapa pendarita schizophrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamati-mati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana penderita schizophrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena penderita schizophrenia tidak mampu mengatur pikirannya mebuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa di tangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengandalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang panderita schizophrenia tertawa sendiri dengan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya.

Semua itu membuat penderita schizophrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengarti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebainya.

Gejala negative
Penderita schizophrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat penderita menjadi orang yang malas. Karena penderita schizophrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi penderita schizophrenia menjadi datar. Penderita schizophrenia memiliki ekspresi baik dari raut muka maupan gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa penderita schizophrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.

Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup mereka. Mereka tidak meras memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan yang relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Disamping itu perubahan otak secara biologis juga memberi adil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat penderita schizophrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian.

DIAGNOSIS
Menurut bleuler diagnosa schizophrenia sudah boleh dibuat bila terdapat gangguan –gangguan primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidakseimbangan) pada unsure-unsur kepribadian (proses berpikir, emosi, kemauan dan psikomotorik) diperkuat dengan gejala-gejala sekunder.
Kurt Schneider (1939) menyusun 11 gejala rangking pertama (“first rank symptoms”) dan berpendapat bahwa diagnosa schizophrenia sudah boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun.


PENGOBATAN
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju kemunduran mental
1. Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan schizophrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan schizophrenia sudah lebih dari 1 kali maka obat diberi terus selama satu sampai dua tahun.
2. Terapi elektro konvulsi (TEK)
Terapi konvulsi dapt memperpendek serangan schizophrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan terapi ini tidak dapat mencengah serangan yang akan datang.
3. Terapi koma insuli
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit.
4. Psikoterapi dan rehabilitas
Psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengambalikan penderita ke masyarakat. Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
5. Lobotomy prefrontal
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak beerhasil dan bila penderita sangat menganggu lingkungannya.